Rabu, 21 November 2012

Saluran-saluran Islamisasi di Indonesia



Hadirnya Islam di Nusantara tidak serta merta membuat Islam langsung populer dan tersebar luas namun berproses. Menurut Ambari (1999: 206-207) , berdasarkan bukti-bukti arkeo-epigrafi, Islamisasi di Nusantara bisa dijelaskan mengacu pada proses-proses berikut ini:
1.      Kontak komunitas di Nusantara dengan pedagang atau pelaut Arab
2.      Kontak komunitas Nusantara dengan pedagang Muslim Arab, Persia, Gujarat dan sebagainya
3.      Sosialisasi Islam secara bertahap di Nusantara
4.      Islam mencapai puncak perkembangan dan pertumbuhannnya antara lain dengan eksisnya kesultanan atau kekuasaan Islam yang dapat mengendalikan ekonomi.
5.      Kontak dengan para pedagang Eropa
6.      Hegemoni dan dominasi bangsa Eropa yang diikuti semakin surut dan hilangnya Islam Indonesia secara politis dan ekonomi.
            Maka dari beberapa proses tersebut sebenarnya dapat dirumuskan bahwa persebaran Islam di Indonesia dilakukan melalui saluran perdagangan dan politik. Menurut Uka Tjandrasasmita (1984), saluran-saluran Islamisasi yang beerkembang ada enam, yaitu sebagai berikut.

a. Saluran Perdagangan 
            Pada taraf permulaan, saluran Islamisasi adalah perdagangan. Kesibukan lalu lintas perdagangan pada abad ke-7 hingga ke-16 M. membuat pedagang-pedagang muslim (Arab, Persia dan India) tidak turut ambil bagian dalam perdagangan dari negeri-negeri bagian barat, tenggara dan timur benua Asia. Saluran Islamisasi melalui perdagangan ini sangat menguntungkan karena para raja dan bangsawan turut serta dalam kegiatan perdagangan, bahkan mereka menjadi pemilik kapal dan saham. Mengutip pendapat Tome Pires berkenaan dengan saluran Islamisasi melalui perdagangan ini di pesisir pulau Jawa, Uka Tjandrasasmita menyebutkan bahwa para pedagang muslim banyak yang bermukim di pesisir pulau Jawa yang penduduknya ketika itu mash kafir. Mereka berhasil mendirikan masjid-masjid dan mendatangkan mullah-mullah dari luar sehingga jumlah mereka banyak, dan karenanya anak-anak muslim itu menjadi orang Jawa dan kaya-kaya.
            Di beberapa tempat, penguasa-penguasa Jawa yang menjabat sebagai bupati-bupati Majapahit yang ditempatkan di pesisir utara Jawa banyak yang masuk Islam, bukan hanya karena faktor politik dalam negeri yang sedang goyah, tetapi terutama karena faktor hubungan ekonomi dengan pedagang-pedagang muslim. Dalam perkembangan selanjutnya, mereka kemudian mengambil alih perdagangan dan kekuasaan di tempat-tempat tinggalnya.

b. Saluran Perkawinan 
            Dari sudut pandang ekonomi, para pedagang muslim memiliki status sosial yang lebih baik dari kebanyakan pribumi, sehingga penduduk pribumi terutama putra-putri bangsawan, tertarik untuk menjadi istri saudagar-saudagar itu.sebelum kawin, mereka diIslamkan lebih dahulu. Setelah mereka mempunyai keturunan, lingkungan mereka makin luas. Akhirnya timbul kampung-kampung, daerah-daerah, dan kerajaan-kerajaan muslim. Dalam perkembangan berikutnya, ada pula wanita muslim yang dikawin oleh keturunan bangsawan, tentu saja setelah yang terakhir ini masuk Islam terlebih dahulu.
            Jalur perkawinan ini lebih menguntungkan apabila terjadi antara saudagar muslim dengan anak bangsawan atau anak raja dan anak adipati, karena raja adipati atau bangsawan itu kemudian turut mempercepat proses Islamisasi. Demikian yang terjadi antara Raden Rahmat atau Sunan Ngampel dengan Nyai Manila, Sunan Gunung Djati dengan Putri Kawunganten, Brawijaya dengan Putri Campa yang menurunkan Raden Patah (raja pertama Demak), dan lain-lain. 

c. Saluran Tasawuf 
            Pengajaran-pengajaran tasawuf atau para sufi, mengajarkan teosofi yang bercampur dengan ajaran yang sudah dikenal luas oleh masyarakat indonesia. Mereka mahir dalam soal-soal magis dan mempunyai kekuatan-kekuatan menyembuhkan. Diantara mereka para ada juga yang mengawini putri-putri bangsawan setempat.
            Dengan tasawuf, bentuk Islam yang diajarkan kepada penduduk pribumi mempunyai persamaan dengan alam fikiran mereka yang sebelumnya menganut agama hindu, sehingga agama yang baru itu mudah dimengerti dan diterima. Diantara ahli-ahli tasawuf yang memberikan ajaran yang mengandung persamaan dengan alam pikiran Indonesia pra-Islam itu adalah Hamzah Fansuri di Aceh, Syaikh Lemah Abang, dan Sunan Panggung di Jawa. Ajaran mistik seperti ini masih berkembang di abad ke-19 M bahkan di abad ke-20 M ini. 

d. Saluran Pendidikan 
            Islamisasi juga dilakukan melalui pendidikan, baik pesantren maupun pondok yang diselenggarakan oleh guru-guru agama, kiai-kiai dan ulama-ulama. Di pesantren atau pondok itu, calon ulama, guru agama, dan kiai mendapat pendidikan agama. Setelah keluar dari pesantren, mereka pulang ke kampung-kampung masing-masing kemudian berdakwah ke tempat tertentu mengajarkan Islam. Misalnya, pesantren yang didirikan oleh Raden Rahmat di Ampel Denta Surabaya dan Sunan Giri di Giri. Keluaran Pesantren Giri banyak yang diundang ke Maluku untuk mengajarkan agama Islam. 

e. Saluran Kesenian
            Saluran Islamisasi melalui kesenian yang paling terkenal adalah pertunjukan wayang. Dikatakan, sunan kalijaga adalah tokoh yang paling mahir dalam mementaskan wayang. Dia tidak pernah meminta upah pertunjukan, tetapi ia meminta para penonton untuk mengikutinya mengucapkan kalimat syahadat. Sebagian besar cerita wayang masih dipetik dari cerita mahabharata dan Ramayana, tetapi dari cerita itu disisipkan ajaran dan nama-nama pahlawan Islam. Kesenian-kesenian lain juga dijadikan alat Islamisasi, seperti sastra (hikayat, babad, dan sebagainya), seni bangunan, dan seni ukir. 

f. Saluran Politik
            Di Maluku dan Sulawesi Selatan, kebanyakan rakyat masuk Islam setelah rajanya memeluk Islam terlebih dahulu. Pengaruh politik raja sangat membantu tersebarnya Islam di daerah ini. Di samping itu, baik di sumatera dan Jawa maupun di Indonesia bagian timur, demi kepentingan politik kerajaan-kerajaan Islam memerangi kerajaan-kerajaan non-Islam. Kemenangan kerajaan Islam secara politis banyak menarik penduduk kerajaan bukan Islam itu masuk Islam.

6 komentar: