2.1 Latar
Belakang Berdirinya Kerajaan Demak
Demak
dahulunya disebut dengan daerah yang dikenal dengan nama Bintoro atau Glagahwangi. Mengenai
nama Bintoro ini terdapat berbagai pendapat adalah sebagai berikut (Salam, Solichin, 1960:14) :
- Dr. R. M. Soetjipto Wirjosoeparto
“Demak dari bahasa Kawi: artinya ialah
pegangan (pemberian). Yang dimaksud Demak itu sesungguhnya daerah yang
dihadiahkan rupa-rupanya oleh raja Majapahit kepada R. Patah. Daerah yang
dihadiahkan oleh raja itu selalu disertai surat
resmi semacam besluit yang dipegang oleh orang yang menerimanya. Apabila
R. Patah menerima hadiah tanah di pantai utara Jawa pemberian ini diberikan
kepadanya (Demak), untuk dipegang (dikuasai). Adapun kata Bintoro, saya belum
pernah dengar. Menurut paham saya, rupa-rupanya Bintoro berhubungan
dengan perkataan betoro, dan betoro itu ialah gelar dari Dewa Syiwa.
Bahwa bintoro itu ada hubungannya dengan betoro yang dalam agama Hindu dianggap
bertahta dibukit kramat yang bernama Himalaya atau Parwata, keterangan ini
diperkuat oleh nama bukit perwata di Grobogan”.
- Prof. Dr. R. Ng. Poerbatjaraka
Nama Demak itu adalah dari bahasa Jawa Kuno,
ujarnya:
“Menurut riwayat, Demak itu menurut bahasa
Jawa Kuno, artinya hadiah; Demak-cerkam.”
- Hamka
Nama Demak itu berasal dari bahasa arab:
“Menurut pendapat saya, kata Demak itu
berasal dari bahasa Arab Dama’, artinya “air mata”. Karena kesulitan menegakkan
Islam, maka dinamika Demak.
- H. Oemar Amin Hoesin
“Demak mungkin berasal dari kata bahasa arab Dimyat
suatu nama kota yang terdaat di Mesir. Sebab pada zaman khalifah Fatimyah
guru-guru agama banyak yang datang ke Indonesia, adalah dari sana”.
- Menurut Solichin Salam sendiri
Besar dugaan Demak itu berasal dari bahasa
Arab, Dhima’ yang artinya rawa. Hal ini mengingat, bahwa di daerah Demak
dimana ibu kota islam itu didirikan, adalah tanahnya kebanyakan berasal dari
bekas rawa. Bahkan sampai sekarang jika musim hujan di daerah Demak sering
digenangi air, maklumlah karena tanahnya adalah bekas rawa.
Glagahwangi atau Bintoro merupakan daerah
kadipeten dibawah kekuasaan Majapahit. Kadipeten Demak tersebut dikuasai oleh
Raden pattah. Raden Pattah adalah seorang keturunan raja Brawijaya V (Bhre
Kertabumi) yang juga termasuk dengan Raja Majapahit.
Islam berkembang di Demak, karena
Demak dijadikan sebagai wilayah untuk persebaran islam maka Demak banyak
digunakan sebagai kota perdagangan yang sekaligus dengan penyebaran agama Islam
di Jawa.
Kerajaan
Demak adalah kerajaan islam yang muncul
pada tahun ± 1500 ─ ±1550. Demak adalah salah satu kerajaan-kerajaan yang
bercorak Islam yang berkembang di pantai utara pulau Jawa pada abad ke 15.
Orang yang berkuasa di Demak pada permulaan abad – 16 adalah Raden Patah (Departemen
Pedidikan dan Kebudayaan, 1975:319). Sekitar tahun 1500 seorang bhupati Madjapahit
bernama Raden Patah, yang berkedudukan di Demak dan memeluk agama islam (Soekmono,R., 1959:49), Raden
Patah pula adalah raja pertama yang menganut agama Islam di Jawa.
Dalam penyiaran dan perkembangan Islam di
Jawa selanjutnya, umumnya para muballigh Islam dikenal dengan sebutan Wali.
Mereka ini kemudian mensentralisir
aktivitetnya, dengan menjadikan kota Demak sebagai pusat kegiatan mereka.
Atas permintaan Sunan Ampel, Raden Patah ditugaskan mengajarkan agama Islam
serta membuka pesantren di desa Glagah
Wangi[1] termasuk daerah
kebupaten Jepara pada waktu itu, yang kemudian terkenal dengan nama Bintoro (Salam, Solichin, 1985:14).
Maka dapat dikatakan bahwa,
selain untuk memikirkan dalam bidang Politik, Raden Patah juga mengutamakan
dalam penyiaran agama Islam yang terus dilakukan olehnya. Awal, yang dilakukan
Raden Patah di tempat tersebut adalah dengan membangun atau membuka madrasah
atau pondok pesantren, hal itu dapat dilakukan oleh Raden Patah dengan
sebaik-baiknya. Dari kegiatan agama yang dilakukan oleh Raden Patah di daerah
tersebut, selain tempat tersebut digunakan untuk menimba ilmu pengetahuan
tentang agama, tetapi juga digunakan untuk perdagangan, karena tempat tersebut juga dijadikan sebagai pusat kerajaan
Islam pertama di Jawa.
Kerajaan Islam pertama di Jawa dapat
diduga berdiri pada tahun 1478 M. Hal ini didasarkan atas jatuhnya Kerajaan
Majapahit. Karena Demak termasuk dalam kekuasaan Kerajaan Majapahit sebelum
Raden Patah menjadi Raja atau penguasa dari Kerajaan Demak. Pada suatu ketika
Demak dapat membebaskan diri dari Kerajaan Majapahit, hal tersebut karena
adanya perlawanan antara Kerajaan Majapahit dengan Demak, dan karena hal itu
pula Kerajaan Mataram mengalami keruntuhan.
Akan tetapi sebenarnya kejatuhan
Kerajaan Majapahit bukanlah akibat dari serangan dari Demak, melainkan
disebabkan antara lain oleh keretakan dari dalam sendiri[2]
(Salam, Solichin, 1960:12). Maka dapat dikatakan bahwa penyebab dari runtuhnya
Kerajaan Majapahit adalah karena ulah dari Kerajaan Majapahit itu sendiri pada
masa lalu yang bertindak sewenang-wenang terhadap daerah kekuasaan dari
Kerajaan Majapahit tersebut. Karena Kerajaan Majapahit itulah salah satunya
sehingga Demak berdiri sebagai kerajaan Islam pertama di Pulau Jawa dengan
rajanya yaitu Raden Pattah.
Selain itu menurut Solichin Salim,
1960:12, adapun mula-mula yang menyebabkan Kerajaan Majapahit menjadi lemah
sehingga mengalami keruntuhannya, antara lain disebabkan:
1.
Peperangan
saudara antara Wikramawardhana dan Wirabumi yang terus menerus
2.
Pusat
Pemerintahan kurang kuat
3.
Agama
Islam telah mulai berkembang dengan pesat diseluruh Indonesia
4.
Perdagangan
dengan Malaka terputus, karena Malaka makin maju dan menjadi pusat perdagangan.
5.
Agama
Islam telah masuk lebih dahulu dalam Kerajaan Majapahit
6.
Pegawai-pegawai
yang masuk Islam selalu berselisih dengan orang-orang yang masih beragama lama.
Dan akhirnya serangan dari Girindra Wardhana dari Keling.
Lalu dengan runtuhnya Kerajaan
Majapahit, maka dapat dikatakan bahwa Demak telah bebas dari bayang-bayang
Kerajaan Majapahit yang pernah menguasainya. Menurut cerita Raden Patah itu
bahkan sampai berhasil merobohkan Madjapahit dan kemudian memindahkan semua
alat upacara Kerajaan dan pusaka-pusaka Majapahit ke Demak, sebagai lambang dari
tetap berlangsungnya Kerajaan kesatuan Majapahit itu tetapi dalam bentuk baru
di Demak[3]
(Soekmono,R., 1959:49).
Lokasi Kerajaan Demak yang strategis
untuk perdagangan nasional, karena menghubungkan perdagangan antara Indonesia
bagian Barat dengan Indonesia bagian timur, serta keadaan Majapahit yang sudah
hancur, maka Demak berkembang sebagai kerajaan besar di pulau Jawa, dengan
rajanya Raden Pattah, yang bergelar Sultan
Alam Akbar al-Fatah.
Dalam
peperangan yang dilakukan Raden Patah, adapula yang mengatakan tindakan Raden
Patah pada saat melakukan penyerangan terhadap Kerajaan Majapahit, Raden patah bermaksud untuk perang
melawan ayahya sendiri.[4] Telah
disebutkan alasan dari mundurnya Kerajaan Majapahit tersebut,[5]
membuktikan bahwa Raden Patah tersebut melakukan perlawanan itu hal itu hanya
karena untuk dapat mempertahankan kehormatan agama Islam. Maka dapat dikatakan
bahwa peperangan yang dilakukan oleh Demak itu semata-mata untuk mempertahankan
diri dari sifatnya (Defensif) dan
bukan agresif.
Dapat dilihat bahwa Demak memiliki peran yang
penting dalam persebaran Islam di Jawa, karena Demak berhasil menggantikan
peran Malaka, setelah Malaka jatuh ke tangan Portugis pada tahun 1511.
Kehadiran Portugis di Malaka merupakan ancaman bagi Demak di Jawa. Untuk
mengatasi keadaan tersebut maka pada tahun 1513 Demak melakukan penyebaran
dengan sebutan Pangeran Sabrang Lor.
Serangan Demak terhadap Portugis
mengalami kegagalan, walaupun Demak mengalami kegagalan tetapi Demak masih akan
treus berusaha menghalangi masuknya Portugis ke pulau Jawa. Pada masa Adipati
Unus (1518 – 1521), Demak melakukan blokade pengiriman beras ke Malaka sehingga
Portugis kekurangan makanan. Puncak dari kebesaran Demak adalah pada saat masa
pemerintahan Sultan Trenggono (1521 – 1546), karena pada masa pemerintahannya
Demak memiliki daerah kekuasaan yang luas dari Jawa Barat sampai Jawa Timur.
Ekspansi Demak di Jawa Barat dimulai
dengan ekspedisi Syekh Nurullah atau yang kemudian dikenal sebagai Sunan Gunung
Jati, yang berhasil berturut-turut mendirikan Kerajaan Cirebon dan Banten.
Bersamaan dengan ekspansi itu terjadilah proses islamisasi daerah-daerah
tersebut serta pengembangan kebudayaan Jawa.
Adapun kehidupan sosial dan budaya
masyarakat Demak lebih berdasarkan pada agama dan budaya Islam karena pada
dasarnya Demak adalah pusat penyebaran Islam Demak menjadi tempat
berkumpulnyapara Wali seperti Sunan Kalijogo, Sunan Muria, Sunan Kudus dan
Sunan Bonang. Para Wali tersebut memiliki peranan yang penting pada masa
perkembangan Kerajaan Demak bahkan para Wali tersebut menjadi penasihat bagi
raja Demak. Dengan demikian terjalin
hubungan yang erat antara raja/bangsawan, para Wali/ulama dengan rakyat.
Hunungan ynag erat tersebut, tercipta melalui pembinaan masyarakat yang
diselenggarakan di Masjid maupun Pondok Pesantren. Sehingga tercipta
kebersamaan atau Ukhuwah Islamiyah (persaudaraan di antara orang-orang Islam).
Demikian pula dalam bidang budaya
banyak hal yang menarik yang merupakan peninggalan dari Kerajaan Demak. Salah
satunya adalah Masjid Demak, di mana salah satu tiang utamanya tersebut dari
pecahan-pecahan kayuyang disebut Soko Tatal. Masjid Demak dibangun atas
pimpinan Sunan Kalijogo. Diserambi depan Masjid/Pendopo itulah Sunan Kalijogo
menciptakan dasar-dasar perayaan Sekaten (Mulid Nabi Muhammad SAW.) yang sampai
sekarang masih berlangsung di Yogyakarta dan Cirebon.
2.2 Masa Pemerintahan
Kerajaan Demak
Pada saat
Majapahit telah mengalami kemunduran secara langsung wilayah kekuasaannya mulai
dapat memisahkan diri. Begitu juga dengan Demak yang juga memisahkan diri dari
wilayah Majapahit, dengan mendirikan kerajaan sendiri yaitu Kerajaan Demak.
Pada saat memisahkan dari Kerajaan Majapahit Kerajaan Demak yang dikenal
sebagai kerajaan Islam, mulai dapat berkreasi dengan sepenuhnya, sampai
mendapatkan sebuah kejayaan. Kerajaan Demak secara geografis terletak di Jawa
Tengah dengan pusat pemerintahannya di daerah Bintoro di Muara sungai Demak,
yang dikelilingi oleh daerah rawa yang luas di perairan Laut Muria.[6]
Bintoro sebagai pusat Kerajaan Demak terletak antara Bergola dan Jepara, dimana
Bergola adalah pelabuhan yang penting pada masa berlangsungnya Kerajaan Mataram
(Wangsa Syailendra), sedangkan Jepara akhirnya berkembang sebagai pelabuhan
yang penting bagi Kerajaan Demak.
Kerajaan Demak telah menjadi Kerajaan
Islam yang mencapai kejayaannya pada tahun 1511 yang dibawah pimpinan Raden
Pattah, lalu pada tahun 1513 Kerajaan Demak sudah berani dalam memimpin suatu
armada yang menggempur Malaka untuk mengusir orang Portugis. Sayang bahwa usaha
ini gagal; armada Portugis lebih unggul (Soekmono,R, 1959:50).
Masa Kejayaan tersebut didapatkan karena
dibawah pimpinan Raden Pattah yang dapat memimpin dengan baik. Berbagai usaha
yang dilakukan selalu berbuah dengan baik dan memuskan.tetapi kejayaan tersebut
sangatlah cepat, karena pada tahun 1518 Raden pattah meninggal dunia.
Dalam masa ini juga terdapat Kesultanan
yaitu Kesultanan Demak atau juga disebut dengan Kesultanan Demak Bintara adalah
kesultanan Islam pertama di Jawa yang didirikan oleh Raden Pattah pada tahun
1478. Kesultanan ini sebelumnya merupakan Kadipatian (kadipaten) dari Kerajaan
Majapahit, dan tercatat menjadi pelopor penyebaran agama Islam di Pulau Jawa
dan Indonesia pada umumnya. Kesultanan Demak tidak berumur panjang dan segera
mengalami kemunduran karena terjadi perebutan kekuasaan diantara kerabat
Kerajaan. Pada tahun 1568, kekuasaan Kesultanan Demak beralih ke Kesultanan
Demak ialah Masjid agung Demak, yang diperkirakan didirikan oleh Walisongo.
Lokasi Ibukota Kesultanan Demak, yang pada masa itu masih dapat dilayari dari
laut dan dinamakan Bintara, saat ini telah menjadi kota Demak di Jawa Tengah.
Pada masa Sultan ke-4 ibukota dipindahkan ke Prawata.
2.3 Kemunduran
Kerajaan Demak
Awal dari
kemunduran Kerajaan Demak adalah saat Raden Patah meninggal dunia. Lalu yang
menggantinya sebagai sultan adalah Pati Unus.[7]
Tidaklah lama Pati Unus dalam mengganti Raden Patah menjadi Sultan, karena Pati
Unus 3 tahun kemudian beliau meninggal dunia. Pengganti dari Pati Unus adalah
saudara dari beliau sendiri yaitu Pangeran Trenggana, beliau adalah orang yang
giat juga seperti Sultan-sultan sebelumnya dalam menegakkan agama Islam dan
memajukan Kerajaan Demak. Tetapi hal tersebut tidaklah lama, karena setelah
Sultan Trenggono meninggal yang mungkin terjadi pada tahun 1546, Sultan Trenggono meninggal pada saat berusaha
dalam menaklukan Pasuruan, tetapi gagal. Lalu setelah Sultan Trenggono
meninggal, di Kerajaan Demak timbul kegoncangan politik yang menyebabkan
pembunuhan di kalangan keluarga sultan itu sendiri (Departemen Pedidikan dan Kebudayaan, SNI3, 1975:321).
Sebelum Sultan Trenggana meninggal,
adapun hal-hal yang dilakukannya untuk Kerajaan Demak, yang disebutkan oleh R.
Soekmono adalah
- Seorang terkemuka dari pase, bernama Fatahillah, yang sempat melarikan diri dari kepungan orang-orang Portugis, diterima oleh Trenggono dengan kedua belah tangan. Fatahillah ini bahkan ia kawinkan dengan adik sang raja sendiri dan ia ternyata adalah orang yang dapat melaksanakan maksud-maksud Trenggono, yaitu berhasil menghalangi kemajuan Portugis dengan merebut kunci-kunci perdagangan Kerajaan Pajajaran di Jawa Barat.
- Trenggono berhasil menaklukan Mataram di pedalaman Jawa Tengah, dan juga Singhasari di Jawa Timur bagian selatan.
Adapun kegoncangan Politik di Kerajaan
Demak menyebabkan adanya pertumpahan darah di kalangan keluarga sultan itu
sendiri. Sunan Prawanta merasa dirinya sebagai ahli waris yang sah atas takhta
Kerajaan Demak, akan tetapi ia kemudian dibunuh oleh putra pamannya. Setelah
itu Sultan Kalinyamat merasa berhak atas kerajaan itu, tetapi ia mengalami
nasib yang sama seprti Sunan Prawanta. Pembunuhan ini dapat dimusnahkan oleh
Adiwijaya[8] yang
bersekutu dengan ratu Kalinyamat. Setelah itu Adiwijaya mengangkat dirinya
menjadi sultan dari Demak (Departemen
Pedidikan dan Kebudayaan, SNI 3, 1975:321).
Pemindah
kekuasaan di tangan Adiwijaya, sehingga dengan sewenang-wenangnya Adiwijaya
memindahkan Keraton Demak ke Pajang pada tahun 1568, dengan adanya tindakan ini
maka berakhirlah riwayat dari Kerajaan Demak.
2.4 Silsilah
Raja-Raja Kerajaan Demak
Raja-raja Kerajaan
Demak diantaranya adalah
- Raden Pattah (Putra Raja Majapahit Brawijaya) serta pendiri Kerajaan Demak juga
- Pati Unus
- Sultan Trenggono
[1] Demak pada masa sebelumnya sebagai suatu daerah
yang dikenal dengan nama Bintoro atau
Glagahwangi
[2] Seperti banyak daerah-daerah
yang dahulu di bawah kekuasaan Majapahit memisahkan diri, karena rakyatnya
makin lama makin hidup sengsara.
[3] Dalam waktu yang singkat
pula lebih-lebih oleh karena jatuhnya Malaka ke tangan orang Portugis pada
1511, Demak mencapai kejayaannya.
[4] Prabu Brawijaya V adalah
raja dari Majapahit yang sekaligus juga Ayah dari Raden Patah.
[5] Pegawai-pegawai yang masuk Islam selalu berselisih dengan orang-orang
yang masih beragama lama. Dan akhirnya serangan dari Girindra Wardhana dari
Keling.
[6] Sekarang Laut Muria sudah
merupakan dataran rendah yang dialiri Sungai Lusi.
[7] Pati Unus terkenal juga
dengan nama Pangeran Sabrang Lor
[8] Adiwijoyo lebih dikenal
dengan nama Joko Tingkir, Ia adalah seorang menantu Sultan Trenggana, dengan
berkuasa di Pajang (Daerah Boyolali).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar