Rabu, 21 November 2012

Teori tentang Masuknya Islam di Indonesia



Mengenai kedatangan Islam di Nusantara, terdapat diskusi dan perdebatan yang panjang diantara ahli sejarah, mengenai tiga masalah pokok, yakni tempat asal kedatangan Islam, para pembawanya, dan waktu kedatangannya. Berbagai teori dan pembahasan yang berusaha menjawab tiga masalah pokok ini belum tuntas. Tidak hanya kurangnya data yang dapat mendukung teori tertentu, tetapi juga karena sifat sepihak dari berbagai teori yang ada. Terdapat kecenderungan kuat adanya suatu teori yang hanya menekankan aspek-aspek khusus dari ketiga masalah pokok, tetapi mengabaikan aspek-aspek lainnya. Oleh karena itu, kebanyakan teori yang ada dalam segi-segi tertentugagal menjelaskan kedatangannya Islam, konversi agama yang terjadi, dan proses Islamisasi yang terlihat di dalamnya (Supriyadi, 2008:188).
Islam di Indonesia baik secara historis maupun sosiologis sangat kompleks, terdapat banyak masalah, misalkan tentang proses awal perkembangan Islam. Namun terlepas dari semua itu, ada sebuah kepastian bahwa kedatangan Islam ke Indonesia dilakukan secara damai[1]. Tidak adanya catatan tentang peranan para penyebar Islam di Indonesia memunculkan beberapa pendapat terkait kapan, darimana dan dimana pertama kali Islam datang ke Indonesia. Palin tidak ada empat teori yang dimunculkan yaitu teori India, teori Arab, teori Persia dan teori Cina (Huda, 2007: 32).

1.      Teori India
            Ada beberapa ahli yang mengemukakan bahwa Islam berasal dari Gujarat (India). Pijnappel, seorang Profesor Bahasa Melayu di Universitas Leiden, Belanda mengatakan bahwa Islam di Indonesia (Nusantara) bukan berasal dari

Arab atau Persia secara langsung, tetapi berasal dari India, terutama dari pantai barat yaitu Gujarat dan Malabar. Sebelum Islam sampai di Nusantara, banyak orang bermazhab syafi’i yang bermigrasi dan menetap di wilayah India. Dari sana Islam menyebar ke Nusantara (Drewes, 1983:8 dalam Huda, 2007:32).
            Teori ini kemudian direvisi oleh C. Snouck Hurgronje, yang mnyebutkan bahwa Islam yang tersebar di Hindia Belanda (Indonesia) berasal dari wilayah Malabar dan Coromandel. Kota-kota tersebut merupakan pelabuhan di India Selatan, setelah Islam berpeijak kuat di wilayah tersebut. Penduduk yang berasal dari Deccan bertindak sebagai perantara dagang antara negeri-negeri Islam dan penduduk di Indonesia. Selanjutnya orang-orang dari Deccan dalam jumlah besar menetap di kota-kota pelabuhan di kepulauan Indonesia untuk menyemaikan benih-benih agama Islam tersebut. Baru setelah itu, datanglah orang-orang Arab yang menyebut diri mereka sayyid atau syarif selaku keturunan Nabi Muhammad-yang melanjutkan Islamisasi di Nusantara. Orang-orang ini menemukan kesempatan baik untuk menunjukkan keahlian organisasinya sehingga mereka banyak yang bertindak selaku ulama, pengausa-penguasa agama dan Sultan yang sering bertindak sebagai penegak pembentukan negeri-negeri baru (Hurgronje, 1994:24 dalam Huda, 2007: 33).
            Alasan Snouck Hurgronje bahwa Islam di Indonesia berasal dari decacn adalah adanya kesamaantentang paham syafi’iyah yang kini masih berlaku di Pantai Coromandel. Demikian pula pengaruh Syi’ah yang masih meninggalkan sedikit jejaknya di Jawa dan Sumatera, yang dulunya mempunyai penagruh kuat sebagaimana kini berlaku di India. Snouck Hurgronje juga menyebutkan bahwa abad ke 12 sebagai periode yang paling mungkin dari awal penyebaran Islam di Nusantara (Azra, dalam Huda, 2007:33).
            Ahli lain yang menyatakan bahwa Islam berasal dari anak benua India juga dikemukakan oleh J.P. Moquette. Menurut J.P Moquette, kedatangan Islam di Jawa jauh lebih awal dari perkiraan tahun tersebut. Hal ini dibuktikan dengan ditemukannya prasasti yang berupa batu nisan seorang wanita bernama Fatimah binti Maimun di Leran Gresik yang berangka tahun 475 H atau 1082 M (Prabowo, dkk, 2003:11). Pengamatan Moquette juga didasarkan pada pengamatannya terhadap bentuk batu nisan di Pasai yang berangka  17 Dzulhijjah 831 H/27 September 1428. Dia juga mengamati bentuk nisan pada makan Maulana Malik Ibrahim di Gresik Jawa Timur. Ternyata bentuk  batu nisan tersebut sama dengan  batu nisan di Cambay, Gujarat di pesisir India Selatan (Huda, 2007: 33).
            Namun Ricklefs (1995:3) menyangsikan apakah kuburan yang berbatu nisan tersebut benar-benar berada di Jawa ataukah batu itu diangkat dan diletakkan di Leran beberapa waktu sepeninggal manusia muslim itu karena beberapa alasan misalnya sebagai pemberat pada sebuah kapal. Selain itu kesimpulan Moqueete ini juga dibantah oleh S.Q Fatimi yang sama-sama mengikuti “teori batu nisan”. Menurutnya, batu nisan Malik as Saleh di Samudra Pasai berbeda jauh dengan batu nisan yang terdapat di Gujarat dan batu-batu nisan lain di Nusantara. Fatimi berpendapat bahwa bentuk dan gaya batu nisan itu justru mirip dengan batu nisan yang terdapat di Bengal (kini Bangladesh). Ini didukung oleh batu nisan yang terdapat di makam Siti Fatimah binti Maimun yang ditemukan di Leran Gresik Jawa Timur. Karenanya,  fatimi menyimpulkan bahwa semua batu nisan itu pasti diimpor dari Bengal. Dan ini dijadikan dasar Fatimi untuk menyatakan bahwa asal-usul Islam berasal dari Bengal. Namun demikian, teori Gujarat dari Moquette  terlalu kuat untuk digeser oleh teori dari Fatimi karena beberapa sarjana lain seperti R.A Kern, R.O. Winstedt, G.H. Bousquet, B.H.M. Vlekke, J. Gonda, B.J.O. Schrieke dan D.G.E Hall mendukung pendapat Moquette (Huda, 2007:34).
            Menurut B.J.O Schrieke, Islam masuk di Jawa pada tahun 1416 M. Hal ini dimungkinkan atas berita Ma Huan. Pada tahun 1416 Ma Huan, seorang muslim Cina, mengunjungi daerah pesisir Jawa dan memberikan suatu laporan di dalam bukunya yang berjudul Ying-yai Sheng-Ian yang ditulis pada tahun 1415. Dalam laporannya itu disebutkan tentang orang-orang Islam yang bertempat tinggal di Gresik, termasuk orang-orang Islam dari Barat (Arab, Persia dan Gujarat atau India) atau orang Cina (beberapa di antaranya beragama Islam) (Prabowo,dkk, 2003:10-11).
            Teori Gujarat sebagai tempat asal Islam di Nusantara dipandang memiliki kelemahan menurut Morison. Alasannya, meskipun batu-batu nisan tersebut berasal dari Gujarat atau Bengal, bukan berarti Islam berasal dari sana. Dikatakannya, ketika Islamisasi Samudera Pasai yang raja pertamanya wafat pada 698/1297, Gujarat masih merupakan sebuah kerajaan Hindhu. Baru pada satu tahun berikutnya, cambay, gujarat ditaklukkan oleh kekuasaan Muslim. Ini artinya jika Islam Indonesia disebarkan oleh orang-orang Gujarat pastilah Islam telah menjadi agama yang mapan sebelum 698 H/1297 sebelum kematian Malik as Saleh. Atas dasar tersebut ia menyimpulkan bahwa Islam bukan berasal dari Gujarat, tetapi dibawa para pendakwah Muslim di pantai Corommandel akhir abad 13. Penadapatnya ini didukung oleh Thomas W. Arnold yang menyatakan bahwa ada kemiripan antar mazhab syafi’i di Nusantara dengan yang dominan di wilayah Corommandel dan Malabar (Huda, 2007:35).

1.      Teori Arab/Makkah
            Islam dibawa ke Indonesia juga dibawa oleh pedagang Arab. Para pedagang Arab ini terlibat aktif dalam penyebaran Islam ketika mereka dominan dalam perdagangan Barat-Timur sejak awal abad ke-7 dan ke-8 M. Asumsi ini didasarkan pada sumber-sumber Cina yang menyebutkan bahwa menjelang perempatan abad ke-7, seorang pedagang Arab menjadi pemimpin permukiman Arab Muslim di pesisir barat Sumatera. Bahkan beberapa orang Arab ini telah melakukan kawin campur dengan penduduk pribumi yang kemudia membentuk inti sebuah komunitas Muslim yang para anggotanya telah memeluk Islam.
            Teori Arab tersebut semula dikemukakan oleh Crawfurd yang mengatakan bah Islam dikenalkan pada masyarakat di nusantara langsung dari Tanah Arab, meskipun hubungan bangsa Melayu-Indonesia dengan umat Islam di pesisir Timur India juga merupakan faktor penting. Teori Arab ini, dengan sedikit pengembangan didukung Keyzer yang berpendapat bahwa Islamdi neegeri ini berasal dari Mesir. Hal senada juga dikemukakan  Niemann dan de Hollander, dengan sedikit versi yang mengatakan bahwa Islam di Indonesia berasal dari Hadramaut. Sementara P.J. Veth berpandangan bahwa orang-orang Arab yang melakukan kawin campur dengan penduduk pribumi yang berperan dalam penyebaran Islam di permukiman baru mereka di Nusantara (Huda, 2007:36).
            Sejumlah ahli Indonesia dan beberapa ahli Malaysia mendukung teori Arab  dan madzab tersebut. Dalam seminar-seminar tentang kedatangan Islam ke Indonesia yang diadakan pada 1963 dan 1978, disimpulkan bahwa Islam datang langsung dari  Arab, bukan dari India. Hasjmy (1993:7) (dalam Huda, 2007:36) menyebutkan bahwa Islam datang pertama kali datang ke Indonesia pada abad pertama Hijriyah atau abad ke-12 atau 13 M.
            Uka Tjandrasasmita, pakar sejarah dan arkeologi Islam menduga bahwa Islam datang ke Indonesia pada abad ke-7 dan ke-8 M. Pada abad ini, dimungkingkan orang-orang Islam dari Arab, Persia dan India sudah banyak yang berhubungan dengan orang-orang di Asia Tenggara dan Asia Timur. Kemajuan perhubungan pelayaran pada abad-abad tersebut sangat mungkin sebagai akibat persaingan di antara kerajaan-kerajaan besar ketika itu, yakni Kerajaan Bani Umayyah di Asia Barat, kerajaan Sriwijaya di Asia Tenggara dan kekuasaan Cina di bawah dinasti tang di Asia Timur (Hourani (1951:62) dalam Huda, 2007: 36).
            Pendukung teori Arab lainnya adalah Syed Muhammad Naquib al Attas, pakar kesusasteraan Melayu yang mengatakan bahwa bukti paling penting yang dapat dipelajari ketika mendiskusikan kedatangan Islam di kepulauan Melayu-Indonesia adalah karakteristik internal Islam itu sendiri di kawasan ini. Dia menggagas suatu hal yang disebut sebagai teori umum Islamisasi Kepulauan Melayu-Indonesia yang umumnya didasarkan pada sejarah literatur Islam Melayu dan sejarah pandangan dunia (worldview) Melayu Indonesia, sebagaimana yang dapat dilihat melalui perubahan konsep dan istilah kunci dalam literatur Melayu pada abad 10 sampai 11M atau abad 16 sampai 17 M (Huda, 2007:37).

2.      Teori Persia
            Teori ini berpendapat bahwa Islam masuk ke Indonesia abad 13 dan pembawanya berasal dari Persia (Iran). Dasar teori ini adalah kesamaan budaya Persia dengan budaya masyarakat Islam Indonesia seperti:
a.       Peringatan 10 Muharram atau Asyura atas meninggalnya Hasan dan Husein cucu Nabi Muhammad, yang sangat di junjung oleh orang Syiah/Islam Iran. Di Sumatra Barat peringatan tersebut disebut dengan upacara Tabuik/Tabut. Sedangkan di pulau Jawa ditandai dengan pembuatan bubur Suro.
b.      Kesamaan ajaran Sufi yang dianut Syaikh Siti Jennar dengan sufi dari Iran yaitu Al – Hallaj.
c.       Penggunaan istilah bahasa Iran dalam sistem mengeja huruf Arab untuk tanda-tanda bunyi Harakat.
d.      Ditemukannya makam Maulana Malik Ibrahim tahun 1419 di Gresik.
e.       Adanya perkampungan Leren/Leran di Giri daerah Gresik. Leren adalah nama salah satu Pendukung teori ini yaitu Umar Amir Husen dan P.A. Hussein Jayadiningrat.
            Hoesein Djajadiningrat mengemukakan pendapat  tentang masuknya Islam di Indonesia. Djajadiningrat dikenal sebagai orang Indonesia pertama yang mempertahankan disertasi di Universitas Leiden, Belanda, pada 1913. Disertasinya itu berjudul Critische Beschouwing van de Sadjarah Banten(Pandangan Kritis Mengenai Sejarah Banten). Menurut Hoesein Djajadiningrat , Islam yang masuk ke Indonesia berasal dari Persia. Djajadiningrat beralasan, peringatan 10 Muharram atau hari Asyura sebagai hari kematian Husein bin Ali bin Abi Thalib yang ada di Indonesia berasal dari perayaan kaum Syiah di Persia. Peringatan 10 Muharram itu lebih dikenal sebagai perayaan Hari Karbala.
            Djajadiningrat juga yakin dengan pendapat ini, karena keberadaan pengaruh bahasa Persia di beberapa tempat di Indonesia. Selain itu, keberadaan Syeikh Siti Jenar dan Hamzah Fansuri dalam sejarah Indonesia menandakan adanya pengaruh ajaranwihdatul wujud Al-Hallaj, seorang Sufi ekstrem yang berasal dari tanah Persia. Jadi, menurut teori ini, dahulu orang-orang Syi’ah yang dikejar-kejar oleh penguasa Abbasiyah lari dari Timur Tengah sebelah utara, yang sekarang mungkin daerah Irak, ke sebelah selatan –dibawah pimpinan seorang yang bernama Ahmad Muhajir– sampai ke Yaman. Kemudian mereka semua secara lahir menganut mazhab Syafi’i. Mereka bertaqiyyah sebagai pengikut mazhab Syafi’i di daerah Yaman, Hadramaut. Dari Hadramaut inilah menyebar para penyebar Islam yang pertama, khususnya kaum ‘Alawiy, orang-orang keturunan Sayyid, atau yang mengklaim sebagai keturunan Sayyid. Mereka datang ke Indonesia dan menyebarkan Islam.



4. Teori Cina
            Islam disebarkan dari Cina telah dibahas oleh SQ Fatimi. Beliau mendasarkan torinya ini kepada perpindahan  orang-orang Islam dari Canton ke Asia tenggara sekitar tahun 876 . Perpindahan ini dikarenakan adanya pemberontakan yang mengorbankan hingga 150.000 muslim. Menurut Syed Naguib Alatas, tumpuan mereka adalah ke Kedah dan Palembang (Alatas, 1969:11).
            Hijrahnya mereka ke Asia Tenggara telah membantu perkembangan Islam di kawasan ini. Selain Palembang dan Kedah, sebagian mereka juga menetap di Campa, Brunei, pesisir timir tanah melayu (Patani, Kelantan, Terengganu dan Pahang) serta Jawa Timur. Bukti-bukti yang menunjukan bahwa penyebaran Islam dimulai dari Cina adalah ditemukannya : batu nisan syekh Abdul Kadir bin Husin syah Alam di Langgar, Kedah bertarikh 903 M, batu bertulis Phan-rang di Kamboja bertahun 1025 M, batu isan di pecan Pahang bertahun 1028 M, batu nisan puteri Islam Brunei bertahun 1048 M, batu bersurat Trengganu bertahun 1303 M dan batu nisan Fathimah binti Maimun di Jawa Timur bertarikh 1082 M.

                Teori Cina menyatakan bahwa Islam yang masuk ke Nusantara (terutama di P. Jawa), dibawa oleh komunitas Cina-Muslim. Teori ini dipelopori oleh Sumanto al Qurtuby(2003), yang data datanya diperkuat antara lain dari H.J. De Graaf & Pigeaud (1985,1998), Amen Budiman (1979) dan Denys Lombard (1994,1996) serta Slamet Muljana (cetakan kedua th. 2005). Teori Cina yang menyatakan masuknya Islam ke Jawa abad ke 15 dan 16, didukung oleh Sumanto Al-Qurtuby (2003), dimana pada abad-abad tersebut disebutnya sebagai jaman Sino-Javanese Muslim Culture dengan bukti di lapangan seperti: Konstruksi Mesjid Demak (terutama soko tatal penyangga mesjid), ukiran batu padas di Mesjid Mantingan, hiasan piring dan elemen tertentu pada mesjid Menara di Kudus, ukiran kayu di daerah Demak, Kudus dan Jepara, konstruksi pintu makam Sunan Giri di Gresik. Sunan Giri wafat pada th. 1506. Pintu makamnya di Gresik dihiasi dengan ukiran kayu yang sangat indah dengan motif gaya Cina yang kuat sekali (Lombard, 2, 1996:48).


[1] Kawasan Islam di Asia Tenggara merupakan konsekuensi dari penyebaran Islam yang umumnya bersifat damai (penetration pacifique) di Nusantara. Berbeda dengan penyebaran Islam di Timur Tengah, yang dalam beberapa kasus disertai dengan pendudukan wilayah oleh bala tentara muslim, Islam di Asia Tenggara terutama disebarkan oleh guru-guru agama dan dari pengembara yang bisa dipastikan kebanyakan mereka adalah para sufi atau pada batas tertentu, para pedagang (Azra, 1999: 8)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar