Sekarang tepat
tanggal 22 November 2012 tepat kepulangan haji di wilayah singosari. Sekarang lagi
hangat-hangatnya yang dibincangkan banyak orang adalah “sapa ya yang haji dan
sekarang pulang??” dan doa yang selalu terucap banyak orang sekarang “semoga
menjadi haji yang mabrur ya” amiin ya Allah….. siapa coba umat islam yang tidak
ada keinginan untuk ke rumah Allah untuk lebih dekat dan bertamu di Rumah
Allah??... terlintas dihatiku trenyuh nenek tercintaku,,, yang selalu minta aku
(dian) doakan yaitu pengen naik haji bersama ortuku…. Tapi pada saatnya tiba
kurang berapa bulan aja beliau meninggal…. (miss you, Love you GrandMa…).
Kembali dalam
topic, yaitu haji. Mampu melaksanakan ibadah haji di Tanah Suci dan
kembali dalam keadaan sehat wal afiyat merupakan dambaan dan cita-cita setiap
kaum muslim. Tidak hanya itu saja Haji mabrur juga dambaan dan
cita-cita setiap muslim yang melaksanakan haji. Haji merupakan ibadah
yang meniscayakan terkumpulnya tiga perkara: kecukupan dana, kesehatan jasmani
dan rohani: serta tersedianya waktu/ kesempatan/momentum. Sehingga
ketiga-tiganya hendaknya dipelihara dengan baik sejak dari masa keberangkatan
hingga kepulangan.
Berbahagialah para jamaah haji yang dapat melaksanakan rukun
Islam kelima dengan lancar dan khusu'. Selamat! Anda telah meraih haji
mabrur, sehingga Allah SWT pada saatnya nanti insyaallah akan memenuhi
janji-Nya dengan memberikan balasan berupa surga.
Tetapi pertanyaannya apa itu haji
mabrur? Banyak orang menafsirkan bahwa haji mabrur adalah haji yang ditandai
dengan kejadian-kejadian aneh dan luar biasa saat menjalani ibadah tersebut di
tanah suci. Kejadian ini lalu direkam sebagai pengalaman ruhani, yang paling
berkesan.
Bahkan kadang ketika ia
sering menangis dan terharu dalam berbagai kesempatan itu juga dianggapnya
sebagai tanda dari haji mabrur. Imam Al Ashfahani menyebutkan haji mabrur
artinya haji yang diterima (maqbul) (lihat mufradat alfadzil Qur’an,
h. 114).
Rasulullullah Sallallahu Alaihi wa Sallam bersabda tentang
haji mabrur: Artinya; ‘Umrah ke umrah menghapus dosa antara keduanya, dan tidak
ada balasan bagi haji mabrur kecuali surga. (HR. Al-Bukhari 1773, Muslim 1350).
Dan di hadits yang lain yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah,
bahwa Rasulullullah Sallallahu Alaihi wa Sallam pernah ditanya tentang amalan
apa yang paling utama? Beliau menjawab : ‘Iman kepada Allah dan Rasul-Nya.’
Kemudian beliau ditanya kembali, ‘Setelah itu apa lagi?’ Beliau menjawab,
‘Jihad fi Sabilillah.’ Kemudian ditanya lagi, ‘Lalu apa lagi? Beliau menjawab,
‘Haji mabrur.’ (HR. Al-Bukhari 1519, Muslim 83).
Mabrur diambil dari kata
al birru (kebaikan). Dalam sebuah ayat Allah swt berfirman: “lantanalul
birra hatta tunfiquu mimma tuhibbun. Kamu tidak akan mendapatkan
kebajikan sehingga kamu menginfakkan sebagian apa yang kamu cintai”.
QS.3:92. Ketika digandeng dengan kata haji maka ia menjadi sifat yang
mengandung arti bahwa haji tersebut diikuti dengan kebajikan.
Dengan kata lain haji
mabrur adalah haji yang mengantarkan pelakunya menjadi lebih baik dari masa
sebelumnya. Al Qur’an juga menggunakan kata al birru untuk pengabdian
yang terus menerus kepada orang tua wabarraan biwalidati. QS. 19:32.
Orang-orang yang selalu mentaati Allah swt dan menjauhi segala yang dilarang
disebut al abraar, kelak mereka dihari kiamat akan ditempatkan di surga.
“Innal abraara lafii na’iem”. QS.82:13. Bila digabung antara ayat ini
dengan hadits Rasulullah: “Al hajjul mabrrur laisa lahuu jazaa illal
jannah.” HR Bukhari, nampak titik temu yang saling melengkapi, bahwa haji
mabrur akan selalui ditandai dengan perubahan dalam diri pelakunya dengan
mengalirnya amal saleh yang tiada putus-putusnya. Bila setelah berhaji
seseorang selalu berbuat baik, sampai ia menghadap Allah swt, maka jelas ia
akan tergolong kelompok al abraar dan pahala yang akan kelak ia dapatkan
adalah surga.
Syarat-syarat haji mabrur
Untuk meraih predikat haji mabrur, maka mesti terkumpul di
dalamnya hal-hal berikut:
1.
Hendaknya haji yang ia lakukan harus benar-benar ikhlash karena Allah, bahwa
motivasinya dalam berhaji tidak lain hanya karena mencari ridha Allah dan
bertaqarrub kepada-Nya. Ia berhaji bukan karena riya’ dan sum’ah, dan bukan pula
karena ingin di gelar dengan sebutan haji. Ia berhaji semata-mata mencari
keridhaan Allah.
2.
Haji yang ia lakukan mesti serupa dengan sifat haji Nabi Sallallahu Alaihi wa
Sallam. Maksudnya dalam melakukan pro-ses ibadah haji, manusia dengan segenap
kemampuannya mengikuti cara yang dicon-tohkan Nabi Sallallahu Alaihi wa Sallam.
3.
Harta yang ia pakai untuk berhaji adalah harta yang mubah bukan yang haram.
Bukan diperoleh dari hasil transaksi riba, tipuan, judi dan bentuk-bentuk
lainnya yang diharamkan. Tapi, didapat dari usaha halal.
4.
Hendaknya ia menjauhi rafats (menge-luarkan perkataan yang menimbulkan
birahi/bersetubuh), berbuat fasik, dan berbantah-bantahan. Allah berfirman:
فَمَن
فَرَضَ فِيهِنَّ الْحَجَّ فَلاَ رَفَثَ وَلاَ فُسُوقَ وَلاَ جِدَالَ فِي الْحَجِّ
Artinya:
‘Barangsiapa yang menetapkan niatnya dalam bulan itu akan mengerjakan haji,
Maka tidak boleh rafats, berbuat fasik dan berbantah-bantahan di dalam masa
mengerjakan haji. (QS. Al-Baqarah 197). (Lihat Syarh Riyâdus Shâlihin oleh Syaikh Ibnu Utsaimin 3/113).
Secara
umum, kualitas kemabruran haji dapat dinilai dalam beberapa hal.
Pertama,
konsistensi dalam memelihara niat yang baik dalam menjalani kehidupan yang
lebih baik. Niat baik ini sama dengan niat haji yang semata-mata dilakukan
karena Allah SWT dan bukan karena manusia. Rasulullah SAW bersabda,
"Sesungguhnya amal itu tergantung pada niat." (HR. Bukhari-Muslim).
Kedua,
konsistensi memelihara diri dalam kesucian (ketakwaan) dan ketegaran. Dua pilar
ini merupakan hasil yang didapatkan para hujjah setelah melakukan sa’i yang
senantiasa dimulai dari Shafa (berarti kesucian) dan Marwa (ketegaran). Allah
SWT berfirman, "Sungguh, Shafa dan Marwa merupakan sebagian dari syiar Allah."
(QS. Al-Baqarah: 158).
Ketiga,
konsistensi berada dalam lingkaran tauhid dan lingkaran ketuhanan dalam
menjalani kehidupan. Sikap ini merupakan falsafah thawaf yang senantiasa
berlomba-lomba berada dalam lingkaran ketuhanan bersama orang-orang saleh dan
menyegerakan diri dalam kebajikan (QS. Al Hajj: 26).
Keempat,
memiliki kemampuan yang besar dalam menjauhkan diri dari perbuatan buruk dan
tercela, tidak mengulangi keburukan masa lalu karena hal tersebut merupakan
salah satu tanda ibadah hajinya diterima Allah SWT (QS. Al-Maidah: 93).
Kelima, memiliki
kemampuan yang besar untuk lebih zuhud dalam urusan dunia dan senantiasa
mengharap kepada Allah dalam urusan akhirat. Hal yang sama telah dilakukan
sepanjang perjalanan menuju medan haji, di medan haji dan proses kepulangannya
ke Tanah Air. Allah SWT berfirman, "Padahal mereka hanya diperintah
menyembah Allah, dengan ihlas menaati-Nya semata-mata karena (menjalankan)
agama." (QS. Al-Bayyinah: 5).
Keenam, memiliki
kemauan yang besar untuk lebih banyak memberi dan berbagi kepada karib kerabat
dan masyarakat sekitar.
Hal tersebut
karena disunahkan bagi yang selesai menjalankan ibadah haji antara lain: untuk
memberi tahu jadwal kedatangan, memberikan hadiah kepada anak-anak dan kerabat,
shalat dua rakaat di masjid sebelum tiba di rumah, menerima doa dan mendoakan
karib kerabat serta tetangga yang mengunjunginya, dan banyak membantu kaum fakir-miskin. Selain itu seseorang yang naik haji akan di
sebut haji mabrur setelah ia nampak bahwa hidupnya lebih istiqamah dan
kebajikannya selalu bertambah sampai ia menghadap Allah SWT.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar