Rabu, 21 November 2012
Chimbing
Sejarah mulai mengenal adanya chimbing dari sebatas dongeng adalah adanya ada di sebuah kerajaan, diangkatlah seorang raja, dimana seorang raja tersebut mulai dia kecil sudah ditinggal meninggal oleh orang tuanya, saat dilahirkan. Dia hanya sebatang kara di dunia ini, raja tersebut sudah tidak mengenali wajah dari orang tuanya dia juga tidak mengetahui keberadaan makam dari orang tuanya itu.
Sehingga pada suatu ketika, raja merindukan orang tuanya, dia tidak tahu bagaimana cara berbakti kepada orang tuanya, sehingga raja ini ingin sekali menemukan makam dari orang tuanya dan ingin berdoa di makam orang tuanya.
Sehingga raja ini mengerahkan seluruh rakyatnya untuk membersihkan dan merawat makam dari leluhur-leluhur mereka, dari hal ini dia bisa mengetahui dimana makam dari orang tua dari raja tersebut. Dengan melihat salah satu makam, yang mana makam tersebut yang tidak ada yang membersihkan yang masih ditumbuhi banyak ilalang-ilalang.
Sehingga sejak saat itu, raja ini sering mengadakan ziarah pada makam orang tuanya. Sehingga Chimbing adalah hari dimana orang-orang Cina melakukan ziarah dan membersihkan makam leluhur mereka. Tetapi pada jaman sekarang ziarah itu masih sama dilakukan dengan berkunjung ke makam sanak saudara mereka yang sudah meninggal itu ke makamnya. Dengan memanjatkan doa di makam tersebut. Tetapi bedanya sudah tidak repot-repot lagi untuk membersihkan makamnya itu, mereka sudah menyuruh orang untuk membersihkan makamnya itu agar tetap bersih.
Lalu ada sebuah pendapat Cina juga mengenai sebuah kematian di jaman modern ini yaitu mengapa diadakan Chimbing atau kita sebut ziarah pada pemakaman para leluhur mereka, yaitu untuk menghormati leluhur mereka yang sudah tiada. Serta berharap mereka akan sejahtera di alam sana, ada juga yang dengan mengadakan ini maka agar tidak mendapatkan balak dari orang yang telah meninggal itu sehingga harus diadakan itu. Agar saudara yang ditinggalkan selalu mendapatkan berkah dan tidak mendapatkan balak yang mereka anggap berasal dari keluarga mereka yang telah meninggal tersebut. Hal tersebut disebutkan karena ada mitos di kebudayaan Cina menyebutkan bahwa terdapat perayaan tersebut agar mayat tersebut tidak merasakan kelaparan yang bisa mengganggu keluarganya yang masih hidup di dunia ini.
Sehingga dapat dikatakan Chimbing digunakan untuk menghormati leluhur mereka, walaupun ia memang sudah meninggal dan tidak dapat hidup pada dunia yang sama tetapi mereka tetap menganggap mereka tetap keluarga mereka yang harus tetap dianggap. Sehingga setiap setelah perayaan Imlek, disaat bahagia merayakan tersebut harus disempatkan untuk melakukan Chimbing guna saling membagi kebahagiaan dengan orang yang telah meninggal tersebut.
2. Waktu yang digunakan untuk melakukan Chimbing
Chimbing dimana dapat dikatakan untuk menghormati para leluhurnya dan akan selalu menghormati leluhurnya tersebut. Mereka harus melakukan kegiatan Chimbing itu pada saat setelah diadakan Perayaan Imlek yaitu sepuluh hari setelah Imlek paling lambat untuk melakukan Chimbing tersebut.
Dalam kurun waktu dilihat dari mulai hari imlek dilakukan, yaitu pada hari pertama merayakan yaitu dengan keluarga. Seluruh anggota keluarga besar kumpul bersama. Pada hari pertama itu para leluhur mereka di hormati. Yaitu dengan banyak gulungan kertas merah dan di dalamnya terdapat tulisan yang berisi doa panjang umur dan kesejahteraan. Lalu poster-poster dewa yang terkadang ada ditempel di dapan rumah para orang Cina tersebut juga memiliki arti yaitu guna menangkal roh jahat dan juga untuk menjaga rumah dari kesialan di sepanjang tahun mendatang. Lalu pada hari kedua, tetap digunakan untuk berkumpul dengan keluarga, tetapi dengan jamuan makan-makan bersama keluarga besar mereka. Lalu pada hari ketiga, dimana dikenal sebagai hari pertengkaran keluarga sehingga pada hari ketiga itu para keluarga itu semua keluar rumah untuk berkunjung ke rumah tema atau sahabat mereka yaitu untuk mengucapkan selamat hari raya Imlek yaitu dengan mengucapkan “Gong Xi Fat Choi” yang memiliki arti “semoga kau mendapatkan kesejahteraan”.
Ritual utamanya yaitu dibatasi sampai hari kesepuluh yaitu dengan mengadakan Chaimbing itu. Pada saat ini para arwah mati sering disebut dengan liburnya para roh. Sehingga dapat diperbolehkan untuk keluar untuk jalan-jalan ke bumi untuk mencari apapun yang memuaskan keinginan mereka, arwah yang gentayangan tersebut apabila tidak ada keluarga yang memberi sajian penghormatan ritual, maka arwah ini lah yang akan menjadi gentayangan dan akan menjadi hantu kelaparan yang menggagu para manusia yang ada di dunia ini, karena tidak ada orang diduania ini yang menempatkan mereka ke peristirahatan yang nyaman. Sehingga untuk mengatasi itu semuapara orang Cina melakukan Chimbing agar keluarga mereka akan selalu nyaman di dunia mereka itu.
Ada keluarga dari orang yang di Makamkan ini terkadang dilakukan sebulan sekali, seminggu sekali bahkan ada yang hanya waktu Chimbing itu saja mereka berkunjung. Menurut data yang saya dapatkan yang melakukan Chimbing seminggu sekali itu dilakukan pada hari minggu yaitu setelah keluarganya sembahyang (ketika itu saat China yang beragama Nasrani). Keluarganya itu dekat yaitu berasal dari Malang saja.
Selain itu yang hanya sebulan sekali atau hanya waktu Chimbingan saja itu untuk keluarga yang jauh yaitu dari Surabaya, Jakarta. Yang saya lihat banyak sekali yang mendominasi yaitu berasal dari sana. Walaupun ada yang berasal dari berbagai kota, tetapi yang mendominasi yaitu dari Jakarta dan Surabaya.
Diantara penjaga makamnya itu, biasanya membersihkan makam itu biasanya yaitu menyapu makam, menjaga makam, lalu apabila rumput yang sudah tinggi itu dicabut. Biasanya para penjaga itu melakukan itu tiap hari dan tidak hanya untuk satu makam saja tapi banyak makam yang mereka jaga. Jadi dapat dikatakan penjaga itu atau yang membersihkan itu bukan hanya khusus makam itu atau untuk keluarga itu saja, tetapi dari beberapa makam dan dari beberapa makam keluarga lain juga.
Pada saat Chimbing seperti ini biasanya para pekerja selalu berjaga, menunggu keluarga dari makam tersebut datang untuk melakukan Chimbing. dan selalu dijaga makam tersebut sampai keluarga dari makam tersebut datanguntuk melakukan Chimbing.
Dalam melakukan Chimbing itu biasanya dilakukan oleh keluarga besar mereka, mulai dari anak, cucu mereka. Kebanyakan dari mereka dengan banyak keluarga yang datang ke makam tersebut. Tetapi ada juga yang melakukan Chimbing itu hanya satu keluarga saja yaitu terdiri dari suami, istri dan hanya anak saja.
Berbagai keyakinan diantara mereka, ada yang tabur bunga ada juga yang menaruh kertas berwarna warni diatasnya makam tersebut lalu sembahyang didepannya makam tersebut. Dengan ditempat sembahyang itu di beri sesaji-sesaji seperti jeruk, makanan, minuman lalu untuk sembahyang tempat yosua tersebut ditaruh.
3. Cara melakukan Chimbing
Dalam melakukan Chimbing sendiri tidak ada ritual khusus untuk melakukannya. Mereka hanya berdoa atau sembahyang depan makam berharap sesuatu yaitu agar keluarga yang ditinggalkan ini tidak dapat mendapatkan balak dari orang yang meninggal tersebut. Serta mendoakan sanak saudaranya yang meninggal itu agar tenang dialam sana. Dalam kunjungannya ke makam-makam itu intinya, keluarga memberikan sajian, membakar Yosua dan memberikan perhatian terhadap pare laluhur mereka itu.
Mereka melakukan chimbing itu awalnya ada yang bermula dengan membersihkan makam hanya sebatas bersih-bersih dikit, lalu mereka bersembahyang didepannya lalu menaburkan bunga di makam tersebut lalu kembali sembahyang, ada yang hanya seperti itu saja.
Tetapi ada juga yang sembahyang langsung tanpa membersihkan tempat makam itu, kemudian tabur bunga atau taburkan kertas-kertas yang berwarna-warni di atas makam tersebut, setelah itu ada yang langsung membagi-bagikan uang kepada kaum yang tak mampu kemudian setelah itu mereka duduk-duduk dengan bercerita-cerita di tempat yang disediakan di dekat makam itu untuk berkumpul dengan keluarga.
Selain itu ada juga ritual yaitu bakar uang setelah melakukan seluruh ritual yaitu sembahyang untuk menghormati leluhur dan setelah tabur bunga tersebut, dimana uang tersebut berasal dari kertas yang dibakar, ditempat yang telah disediakan didekat makam tersebut. Adapun makna dari bakar uang tersebut yaitu mereka beranggapan bahwa mereka yang hidup ini mengirimkan uang untuk mereka yang telah tiada itu, dan menurut mereka dalam membakar itu tidak boleh sampek ada yang bolong tapi harus terbakar semua. Karena kalau ada yang bolong itu maka uangnya tidak dapat digunakan oleh orang yang meninggal itu karena sudah tidak dapat digunakan. Dalam membakar itu mereka itu dengan memanjatkan doa.
Melakukan kunjungan ke makam – makam keluarga untuk memberikan sajian, membakar batang yosua, dan memberikan perhatian pada leluhur. Dalam perayaan ini tentu dengan penuh keceriaan, tidak seperti kunjungan ke makam yang bersuasana duka atau khidmad seperti kebudayaan lain. Dimata orang awam (awal dari pemikiranku juga) pasti tampak bahwa orang Cina tidak respek terhadap orang-orang mati karena membuat pesta di atas makam. Namun pendapat itu didasarkan atas ketidak tahuan, dan juga ketidak pahaman tentang bagaimana cara berfikir dari orang Cina terhadap para leluhur yang telah meninggal itu. Bagi orang Cina itu ternyata walaupun mereka telah meninggal tetapi mereka tetap menjadi bagian dari dunia ini dan bahkan masih menjadi keluarga.
4. Pendapat masyarakat tentang Chaimbing
Masyarakat yang tinggal disekitar makam sudah terbiasa dengan adanya kegiatan itu setiap tahunnya. Masyarakat disekitar tidak merasa aneh atau merasa yang bagaimana dengan kedatangan banyak mobil yang selalu lewat dari pagi hingga sore setiap hari saat-saat setelah Imlek. Masyarakat sekitar juga yang sebagai penjaga makam tersebut juga terbiasa dengan hal ini. Dari kebanyakan masyarakat sekitar sudah tidak tabu lagi dengan seperti yang kita sebut yaitu Chimbing tersebut. Mereka kebanyakan dari mereka kalau ditanya tentang mobil-mobil yang sering lewat didepan rumah mereka kebanyakan mereka menjawabnya “Ow itu Chimbing-an itu, tiap setelah Imlek itu selalu banyak seperti ini dari pagi”. Sehingga dapat dikatakan bahwa orang disekitar begitu kentalnya atau tidak merasa seperti tabu lagi terhadap kebudayaan China tersebut.
Tetapi berbeda lagi dengan masyarakat yang tidak tinggal disekitar makam seperti itu. Masyarakat ada sebagian yang tau ada juga yang masih bertanya-tanya dengan apa itu Chimbing. Sehingga dapat dikatakan bahwa masyarakat disekitar ini kurang lebih masyarakatnya tidak mengerti masalah kebudayaan Chimbing itu, serta dapat dikatakan bahwa kebudayaan Cina ini masih belum kental seperti kebudayaan Agama Islam yang pada umumnya telah diketahui oleh kalangan masyarakat.
Masyarakat yang ada disekitar makam tersebut merasa biasa dengan adanya Chimbing itu, ada alasan yang mereka ungkapkan yaitu diantaranya dengan adanya Chimbing adanya keuntungan mereka dapat berjualan di dekat makam tersebut sehingga dapat mendapatkan penghasilan, lalu ada juga para penjaga makam pasti mereka mendapatkan uang dari bekerja sebagai penjaga makam tersebut, lalu pekerja yang bagian membuat papan nama buat makam tersebut untuk yang baru saja meninggal sehingga mereka mendapatkan penghasilan dari makam itu sendiri.
Masyarakat umum dapat dikatakan banyak yang belum mengenal dengan nama akan kebudayaan ini, yang mereka tahu hanyalah sebutan yang biasanya mereka kenal yaitu ziarah ke makam seperti itu. Berbagai pendapat mengenai kebudayaan ini. Berbagai persepsi yang mereka ajukan untuk menggambarkan bagaimana kebudayaan itu berada di Jawa yang telah banyak disekitar masyarakat Jawa sendiri.
Lalu dapat kita telah masyarakat yang jauh dari makam tersebut, mereka kebanyakan tidak mengenal kebudayaan ini. Banyak pendapat mereka juga untuk mengartikan kebudayaan ini. Mereka banyak yang mengatakan bahwa kebudayaan itu terlalu mewah hanya untuk orang yang telah meninggal itu. Kemewahan itu yang tidak ada yang merasakan, hanya untuk orang yang telah tiada, hal tersebut hanya membuang-buang uang saja atau hanya untuk sebuah kemewahan saja.
Tetapi sebagian orang Jawa juga berpendapat bahwa kemewahan pada kebudayaan Cina itu sudah suatu kebiasaan atau kebudayaan yang mereka anut dan mereka percayai. Dengan seperti itulah yang mereka rasa adalah yang terbaik untuk keluarga yang telah meninggal. Memang berbeda dengan kebudayaan orang Jawa pada umumnya. Semua kebudayaan memiliki ciri khas masing-masing diantaranya antara kebudayaan Cina dengan Jwa seperti ini.
Tetapi dari pendapat itu, pasti memiliki alasan mengapa dijawab seperti itu dari sebuah kebudayaan itu. Sehingga dari pendapat itu pasti kembali lagi dari kebudayaan mereka yang mereka anut atau mereka percayai menurut keagamaan mereka sendiri yang percaya dengan kebudayaan seperti itu.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar