Sejak meninggalnya Sultan Iskandar Muda, keadaan
Kerajaan Aceh semakin suram. Begitu pula kira-kira tahun 1630 keadaan semakin
suram akibat adanya saingan-saingan dari imperalisme Barat. Kerajaan Aceh yang
mengalami masa jaya pada masa Sultan Iskandar Muda akhirnya terpecah belah
menjadi kerajaan-kerajaan kecil yang berkuasa dan berdaulat. Sultan Aceh hanya
berkuasa di daerah kutaraja dan sekitarnya saja.Sultan hanyalah merupakan
lambang persatuan Aceh namun demikian Sultan berkuasa penuh atas hubungan
dengan Negara asing. Bangsa Belanda maupun Inggris mengakui kedudukan politik
aceh berdasarkan Treaty of London (1824).
1.
Sebab-sebab Perang Aceh
Kedudukan Aceh dalam politik internasional (1824) diakui
oleh Belanda dan Inggris. Dengan perjanjian ini, putra-putra Aceh dapat
mengadakan perdagangan secara leluasa dengan bangsa manapun juga. Kebebasan
aceh yang besar ini tidak menguntungkan Belanda. Oleh karena itu Belanda
menggeledah dan menangkap para pelaut Aceh. Sebagai balasannya, rakyat Aceh mengadakan
sergapan-sergapan terhadap kapal-kapal Belanda.
Peperangan di antara kedua belah pihak tidak dapat
dielakkan. Pada tahun 1850, Belanda melakukan perundingan dengan Aceh untuk
menghentikan permusuhan dan Aceh bersedia untuk menepati janji.
Keadaan yang aman dan damai akibat perundingan tersebut
akhirnya digoncangkan lagi oleh Belanda. Pada tahun 1858, Belanda mengadakan
perjanjian dengan raja Siak. Dalam perjanjian ini Siak dipaksa untuk
menyerahkan taklukannya kepada Belanda. Daerah taklukan Kerajaan Siak adalah
Deli Serdang, Asahan dan Lagkat. Sesungguhnya, daerah-daerah tersebut merupakan
wilayah kekuasaan Raja Aceh sejak masa Sultan Iskandar Muda. Menurut para
bangsawan Aceh, Belanda telah melanggar kedaulatan Aceh dengan membuat
perjanjian sepihak dengan Siak. Rakyat Aceh menuduh Belanda sudah tidak
menepati janji. Akibatnya beberapa kapal Belanda yang sedang berada di Aceh
direbut oleh Rakyat Aceh. Perebutan ini disetujui oleh Inggris, karena Inggris
menyatakan bahwa Belanda bersalah.
Dalam rangka memperkuat kedudukannya, Aceh mengadakan
hubungan dengan Kesultanna Turki, namun demikian Turki pada saat itu memang
sedang mengalami kemunduran. Kendati demikian, hubungan yang dijalin oleh Aceh
dengan Turki tahun 1869, kedudukan Aceh makin bertambah penting, baik ditinjau
dari strategi perang maupun dari dunia perdagangan yang dekat dengan Selat
Malaka. Oleh karena itu, baik Inggris maupun Belanda takut kalau-kalau Aceh
diduduki oleh salah satu bangsa Barat lainnya.
Namun setelah terbukti bahwa Aceh mengadakan hubungan
dan perundingan dengan Konsultan Italia dan Amerika, maka Inggris dan Belanda
mengadakan perjanjian tahun 1872 yang dikenal dengan Traktat Sumatera, dimana
Inggris memberikan kelonggaran kepada Belanda untuk bertindak terhadap Aceh dan
sebaliknya Inggris boleh secara leluasa berdagang di Siak.
2.
Jalannya Perang Aceh
Belanda merasa tidak puas terhadap hubungan antara Aceh
dengan Konsul Italia dan Amerika Serikat di Singapura itu berusaha untuk
mendapatkan keterangan dari Aceh tentang terjalinnya hubungan tersebut. Tetapi
Aceh menolak untuk memberikan keterangan, akhirnya Belanda mengumumkan perang
dengan Aceh. Kerajaan Aceh yang menyadari akan adanya bahaya dari Belanda itu
mempergunakan siasat perang Gerilya. Perang Gerilya Aceh cukup berhasil karena
didukung oleh keadaan alamnya. Pihak Belanda mendapat perlawanan yang seimbang.
Begitu pula ketatanegaraan Aceh yang sulit dan tidak diketahui oleh Belanda,
sangat membingungkan siasat perang Belanda.
Pada tahun 1873, pasukan Belanda yang pertama dengan
kekuatan 3800 orang dapat dibinasakan oleh pasukan rakyat Aceh. Jendral Kohler
yang memimpin pasukan tersebut dapat di bunuh, sehingga serangan Belanda itu
mengalami kegagalan.
Kemudian menyusul pasukan Belanda dengan kekuatan 8000
orang di bawah pimpinan Jendral Van Swieten. Pasukan ini berhasil merebut
Kotaraja. Setelah Istana jatuh ketangan Belanda, tidak lama kemudian Sultan
Aceh wafat, namun semangat rakyat Aceh di bawah pimpinan Panglima Polim tetap
tegar menentang kedatangan Belanda.
Serangan – serangan Belanda sering membuahkan
kemenangan. Belanda, dibawah pimpinan Jendral Van der Heyden, dapat merebut
Aceh Besar pada tahun 1874. sejak itu pemerintahan militer diganti dengan
pemerintahan sipil. Penggantian sistem pemerintahan ini bertujuan untuk
menghentikan peperangan, karena Belanda berpendapat, perang akan dapat
dihentikan dengan jalan mengadakan pembangunan. Namun rakyat Aceh tetap
mengobarkan semangat perang sehingga perang semakin bertambah hebat.
Pertempuran bertambah hebat. Kekejaman dan kezaliman
akibat perang menimbulkan kebencian di kedua belah pihak. Para
pemimpin agama Aceh menyerukan Perang
Jihad fi Sabilillah (Perang Suci di jalan Allah).
Pasukan Belanda tidak pernah mengadakan serangan secara
besar-besaran. Pasukan Belanda hanya berkuasa di sekitar Kotaraja padahal
Belanda telah berperang dengan rakyat Aceh selama 11 tahun.
Seorang Panglima yang terkenal yaitu Teungku Umar,
dengan siasat perang yang dimilikinya mengatakan bahwa Belanda tidak dapat
dikalahkan tanpa perlengkapan senjata yang memadai. Oleh karena itu, Teungku
Umar menyerah pada Belanda tahun 1893 dengan tujuan hanya untuk mendapatkan
perlengkapan persenjataan. Setelah mendapatkan persenjataan, pada tahun 1896 ia
meninggalkan tentara Belanda dan bersatu dengan pejuang rakyat, sehingga
serangan-serangan peuang Aceh terhadap Belanda semakin berbahaya.
Di pihak lain muncul perlawanan-perlawanan yang bersifat
kagamaan dibawah pimpinan seorang ulama
(Teungku), yaitu Teungku Cik Di Tiro. Golongan ini menentang kedatangan Belanda
yang dianggap akan meyebarkan agama Kristen di Aceh. Di samping itu, mereka
tidak mengenal kompromi atau mudah menyerah kepada Belanda, bahkan mereka
berpendapat bahwa perang yang dilancarkan merupakan perang Jihad (perang suci
didasarkan pada agama).
Belanda yang sudah kewalahan menghadapi
serangan-serangan Aceh, akhirnya mengirim Dr. Snouch Hurgronje untuk
menyelidiki tata Negara Aceh. Dari penyelidikannya itu yang ditulis dengan
judul De Atjehers (Dalam Bahasa
Inggrisnya The Achnese) dapat
diketahui letak kelemahan dan kunci rahasia, baik yang berhubungan dengan tata
Negara, kepercayaan, adapt maupun siasat perang dan sebagainnya.
3.
Akhir Perang Aceh
Berdasarkan pengalaman Snouch
Hurgronje, pada tahun 1899, Belanda mengirim Jenderal Van Heutsz untuk mengadakan
serangan umum di Aceh Besar, Pidie dan Samalanga. Serangan umum di Aceh itu
dikenal dengan Serangan Sapurata dari
pasukan Marchausse (arsose) dengan
anggota pasukannya erdiri dari orang-orang Indonesia yang sudah dilatih oleh
Belanda. Pasukan inilah yang benar-benar telah mematahkan semangat juang para
pejuang Aceh. Dalam serangan itu banyak putra-putra Aceh yang gugur. Sambil
memberi perlawanan yang sengit, rakyat Aceh mundur ke pedalaman. Untuk menyerbu
ke pedalaman. Untuk menyerbu ke pedalaman, Belanda mengirim pasukannya di bawah
pimpinan Jendral Van Daalen. Rakyat Aceh ternyata tidak siap dan kurang
perlengkapan sehingga laskar menjadi kocar-kacir dan terpaksa lari mengundurkan
diri dari Medan
pertempuran Gerilya.
Dalam waktu singkat Belanda merasa
berhasil menguasai Aceh. Kemudian Belanda membuat Perjanjian Pendek, dimana kerajaan-kerajaan kecil terikat oleh
perjanjian ini. Kerajaan-kerajaan kecil itu tunduk pada Belanda dan seluruh
kedudukan politik diatur oleh Belanda, sehingga masing-masing kerajan
daharuskan untuk:
Mengakui daerahnya sebagai
bagian dari kekuasaan Belanda
Berjanji tidak akan berhubungan
dengan suatu pemerintahan asing
Berjanji akan menaati
perintah-perintah yang diberikan oleh pemerintah Belanda
Perjanjian pendek juga bertujuan
untuk mengikat raja-raja kecil atau mengikat kepala-kepala daerah. Pemerintahan
Belanda juga mengikat raja-raja yang besar kekuasaannya, diantaranya Deli
Serdang, Asahan, langkat, Siak, dan sebagainya dengan suatu perjanjian.
Demikianlah perang yang terjadi di Aceh yang
mengorbankan putra-putra tanah Aceh seperti Teungku Umar, Panglima Polim,
eungki Cik di Tiro, Tjut Nyak Dien, Tjut Mutiah, Tuanku Muhammad Dawodsyah dan
rakyat Aceh yang dapat kita anggap sebagai tokoh perjuangan kemerdekaan Bangsa
Indonesia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar