Perubahan
sosial adalah proses di mana terjadi perubahan struktur dan fungsi suatu sistem
sosial. Perubahan tersebut terjadi sebagai akibat masuknya ide-ide pembaruan
yang diadopsi oleh para anggota sistem sosial yang bersangkutan. Proses
perubahan sosial biasa tediri dari tiga tahap (Prasetyowidi, 2011):
- Invensi, yakni proses di mana ide-ide baru diciptakan dan dikembangkan
- Difusi, yakni proses di mana ide-ide baru itu dikomunikasikan ke dalam sistem sosial.
- Konsekuensi, yakni perubahan-perubahan yang terjadi dalam sistem sosial sebagai akibat pengadopsian atau penolakan inovasi. Perubahan terjadi jika penggunaan atau penolakan ide baru itu mempunyai akibat.
Menurut
Max Weber (Prasetyowidi, 2011), bahwa, tindakan sosial atau aksi sosial (social
action) tidak bisa dipisahkan dari proses berpikir rasional dan tujuan yang
akan dicapai oleh pelaku. Tindakan sosial dapat dipisahkan menjadi empat macam
tindakan menurut motifnya: (1) tindakan untuk mencapai satu tujuan tertentu,
(2) tindakan berdasar atas adanya satu nilai tertentu, (3) tindakan emosional,
serta (4) tindakan yang didasarkan pada adat kebiasaan (tradisi).
Langkah-langkah
yang dapat diambil untuk mengelola perubahan, yaitu: (1) Unfreezing,
merupakan suatu proses penyadaran tentang perlunya, atau adanya kebutuhan untuk
berubah, (2) Changing, merupakan langkah tindakan, baik memperkuat driving
forces maupun memperlemah resistences, dan (3) Refreesing, membawa
kembali kelompok kepada keseimbangan yang baru (a new dynamic equilibrium).
Pada dasarnya perilaku manusia lebih banyak dapat dipahami dengan melihat
struktur tempat perilaku tersebut terjadi daripada melihat kepribadian individu
yang melakukannya. Sifat struktural seperti sentralisasi, formalisasi dan
stratifikasi jauh lebih erat hubungannya dengan perubahan dibandingkan
kombinasi kepribadian tertentu di dalam organisasi (Prasetyowidi, 2011).
Lippit
mencoba mengembangkan teori yang disampaikan oleh Lewin dan menjabarkannya
dalam tahap-tahap yang harus dilalui dalam perubahan berencana. Terdapat lima
tahap perubahan yang disampaikan olehnya, tiga tahap merupakan ide dasar dari
Lewin. Walaupun menyampaikan lima tahapan Tahap-tahap perubahan adalah sebagai
berikut: (1) tahap inisiasi keinginan untuk berubah, (2) penyusunan perubahan
pola relasi yang ada, (3) melaksanakan perubahan, (4) perumusan dan stabilisasi
perubahan, dan (5) pencapaian kondisi akhir yang dicita-citakan.
Konsep
pokok yang disampaikan oleh Lippit diturunkan dari Lewin tentang perubahan
sosial dalam mekanisme interaksional. Perubahan terjadi karena munculnya
tekanan-tekanan terhadap kelompok, individu, atau organisasi. Ia berkesimpulan
bahwa kekuatan tekanan (driving forces) akan berhadapan dengan
penolakan (resistences) untuk berubah. Perubahan dapat terjadi dengan
memperkuat driving forces dan melemahkan resistences to change.
Peran agen perubahan menjadi sangat penting dalam memberikan kekuatan driving
force (Prasetyowidi, 2011).
Etzioni
mengungkapkan bahwa, perkembangan masyarakat seringkali dianalogikan seperti
halnya proses evolusi. suatu proses perubahan yang berlangsung sangat lambat.
Pemikiran ini sangat dipengaruhi oleh hasil-hasil penemuan ilmu biologi, yang
memang telah berkembang dengan pesatnya. Peletak dasar pemikiran perubahan
sosial sebagai suatu bentuk “evolusi” antara lain Herbert Spencer dan August
Comte. Keduanya memiliki pandangan tentang perubahan yang terjadi pada suatu
masyarakat dalam bentuk perkembangan yang linear menuju ke arah yang positif.
Perubahan sosial menurut pandangan mereka berjalan lambat namun menuju suatu
bentuk “kesempurnaan” masyarakat.
Comte
sangat dipengaruhi oleh pemikiran ilmu alam. Pemikiran Comte yang dikenal
dengan aliran positivisme, memandang bahwa masyarakat harus menjalani berbagai
tahap evolusi yang pada masing-masing tahap tersebut dihubungkan dengan pola
pemikiran tertentu. Selanjutnya Comte menjelaskan bahwa setiap kemunculan tahap
baru akan diawali dengan pertentangan antara pemikiran tradisional dan
pemikiran yang berdifat progresif. Sebagaimana Spencer yang menggunakan analogi
perkembangan mahkluk hidup, Comte menyatakan bahwa dengan adanya pembagian
kerja, masyarakat akan menjadi semakin kompleks, terdeferiansi dan
terspesialisasi (Prasetyowidi, 2011).
Kornblum
(1988), berusaha memberikan suatu pengertian tentang perubahan sosial. Ruang
lingkup perubahan sosial meliputi unsur-unsur kebudayaan baik yang material
maupun immaterial. Penekannya adalah pada pengaruh besar unsur-unsur kebudayaan
material terhadap unsur-unsur immaterial. Perubahan sosial diartikan sebagai
perubahan-perubahan yang terjadi dalam struktur dan fungsi masyarakat (Taridarahayu,
2011).
Definisi
lain dari perubahan sosial adalah segala perubahan yang terjadi dalam lembaga
kemasyarakatan dalam suatu masyarakat, yang mempengaruhi sistem sosialnya.
Tekanan pada definisi tersebut adalah pada lembaga masyarakat sebagai himpunan
kelompok manusia dimana perubahan mempengaruhi struktur masyarakat lainnya
(Soekanto, 1990). Perubahan sosial terjadi karena adanya perubahan dalam
unsur-unsur yang mempertahankan keseimbangan masyarakat seperti misalnya
perubahan dalam unsur geografis, biologis, ekonomis dan kebudayaan (Taridarahayu,
2011).
Moore
berpendapat, perubahan sosial merupakan bagian dari perubahan budaya. Perubahan
dalam kebudayaan mencakup semua bagian, yang meliputi kesenian, ilmu
pengetahuan, teknologi, filsafat dan lainnya. Akan tetapi perubahan tersebut
tidak mempengaruhi organisasi sosial masyarakatnya. Ruang lingkup perubahan
kebudayaan lebih luas dibandingkan perubahan sosial. Namun demikian dalam
prakteknya di lapangan kedua jenis perubahan perubahan tersebut sangat sulit
untuk dipisahkan (Soekanto, 1990). Aksi sosial dapat berpengaruh terhadap
perubahan sosial masyarakat, karena perubahan sosial merupakan bentuk
intervensi sosial yang memberi pengaruh kepada klien atau sistem klien yang
tidak terlepas dari upaya melakukan perubahan berencana. Pemberian pengaruh
sebagai bentuk intervensi berupaya menciptakan suatu kondisi atau perkembangan
yang ditujukan kepada seorang klien atau sistem agar termotivasi untuk bersedia
berpartisipasi dalam usaha perubahan sosial (Prasetyowidi, 2011).
Akhirnya
dikutip definisi Selo Soemardjan yang akan dijadikan pegangan dalam pembicaraan
selanjutnya. “Perubahan –perubahan sosial adalah segala perubahan pada
lembaga-lembaga kemasyarakatan dalam suatu masyarakat, (Soekanto, 1974:217), mempengaruhi
sistem sosialnya, termasuka didalamnya nilai-nilai, sikap-sikap dan pola-pola
per-kelakukan diantara kelompok-kelompok dalam masyarakat”. Definisi ini
menekankan perubahan lembaga sosial, yang selanjutnya mempengaruhi segi-segi
lain struktur masyarakat. Lembaga social ialah unsur yang mengatur pergaulan
hidup untuk mencapai tata tertib melalui norma.
Definisi
lain dari perubahan sosial adalah segala perubahan yang terjadi dalam lembaga
kemasyarakatan dalam suatu masyarakat, yang mempengaruhi sistem sosialnya.
Tekanan pada definisi tersebut adalah pada lembaga masyarakat sebagai himpunan
kelompok manusia dimana perubahan mempengaruhi struktur masyarakat lainnya
(Soekanto, 1990). Perubahan sosial terjadi karena adanya perubahan dalam
unsur-unsur yang mempertahankan keseimbangan masyarakat seperti misalnya
perubahan dalam unsur geografis, biologis, ekonomis dan kebudayaan. Sorokin
(1957), berpendapat bahwa segenap usaha untuk mengemukakan suatu kecenderungan
yang tertentu dan tetap dalam perubahan sosial tidak akan berhasil baik (Taridarahayu,
2011).
Menurut Soerjono Soekanto, perubahan sosial
merupakan bagian dari perubahan budaya. Perubahan dalam kebudayaan mencakup
semua bagian, yang meliputi kesenian, ilmu pengetahuan, teknologi, filsafat dan
lainnya. Akan tetapi perubahan tersebut tidak mempengaruhi organisasi sosial
masyarakatnya. Ruang lingkup perubahan kebudayaan lebih luas dibandingkan
perubahan sosial. Namun demikian dalam prakteknya di lapangan kedua jenis
perubahan perubahan tersebut sangat sulit untuk dipisahkan (Prasetyowidi, 2011).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar