Selasa, 21 Agustus 2012

Panti Asuhan

Menurut Arif Gosita (dalam Suyuti, 2010:37) secara etimologi, panti asuhan berasal dari dua kata yaitu “panti” yang berarti suatu lembaga atau satuan kerja yang merupakan prasarana dan sarana yang memberikan layanan sosial, dan “asuhan’ yang mempunyai arti berbagai upaya yang diberikan kepada anak yang mengalami masalah kelakuan, yang bersifat sementara sebagai pengganti orang tua atau keluarga agar dapat tumbuh dan berkembang dengan wajar baik secara rohani, jasmani, maupun sosial. Menurut Departemen Sosial Republik Indonesia menjelaskan bahwa panti asuhan adalah suatu lembaga usaha kesejahteraan sosial yang mempunyai tanggung jawab untuk memberikan pelayanan kesejahteraan sosial kepada anak terlantar, memberikan pelayanan pengganti fisik, mental dan sosial pada anak asuh, sehingga memperoleh kesempatan yang luas, tepat dan memadai begi perkembangan kepribadiannya sesuai dengan yang diharapkan sebagai bagian dari generasi penerus cita-cita bangsa dan sebagai insan yang akan turut serta aktif di dalam bidang pembangunan nasional (Suyuti, 2010:37). Dengan demikian pengertian panti asuhan adalah suatu lembaga kesejahteraan sosial yang bertanggungjawab memberikan pelayanan pengganti dalam pemenuhan kebutuhan fisik, mental, dan sosial pada anak asuh. Sehingga memperoleh kesempatan yang luas, tepat, dan memadai bagi perkembangan kepribadiannya sesuai dengan yang diharapkan. Di dalam panti asuhan anak asuh di asuh oleh pengasuh yang tidak ada hubungan darah sama sekali dengan mereka. Dalam Pasal 31-39 diatur bahwa Yayasan Sosial/Panti Asuhan tidak boleh mengasuh anak yang berbeda agama karena konsekuensi hukumnya. Dalam iklim seperti ini telah terjadi berbagai upaya teror berupa pemaksaan untuk menutup suatu institusi yang melakukan pelayanan pengasuhan anak. Pemaksaan untuk menutup panti sosial dan menghentikan pelayanan anak oleh sekelompok masyarakat, serta menjerat pengasuh-pengasuh kesejahteraan anak dengan UU PA, justru merupakan pelanggaran hak anak (Yamin, 2011). Dalam sebuah panti asuhan di dalamnya terdapat anak asuh yang tergolong dari yatim, piatu dan juga anak-anak terlantar. Yang mana diantara mereka yang tidak mampu dalam kehidupannya, sehingga di taruh oleh keluarganya dipanti asuhan. Dalam konteks Indonesia, kata yatim identik dengan anak yang bapaknya meninggal. Sedangkan bila bapak ibunya meninggal, maka anak tersebut disebut dengan anak yatim piatu (Nur, 2009:62). Sedangkan anak-anak terlantar yaitu anak yang tidak mampu dan juga tidak memiliki rumah untuk tempat tinggal menetap dengan layak. Secara bahasa “yatim” berasal dari bahasa arab. Dari fi’il madli “yatama” mudlori’ “yaitamu” dab mashdar ” yatmu” yang berarti : sedih. Atau bermakana : sendiri. Adapun menurut istilah syara’ yang dimaksud dengan anak yatim adalah anak yang ditinggal mati oleh ayahnya sebelum dia baligh. Batas seorang anak disebut yatim adalah ketika anak tersebut telah baligh dan dewasa, berdasarkan sebuah hadits yang menceritakan bahwa Ibnu Abbas r.a. pernah menerima surat dari Najdah bin Amir yang berisi beberapa pertanyaan, salah satunya tentang batasan seorang disebut yatim, Ibnu Abbas menjawab: “Dan kamu bertanya kepada saya tentang anak yatim, kapan terputus predikat yatim itu, sesungguhnya predikat itu putus bila ia sudah baligh dan menjadi dewasa” hadist Riwayat Imam Muslim (Al-Ikhlas, 2011). Sedangkan kata piatu bukan berasal dari bahasa arab, kata ini dalam bahasa Indonesia dinisbatkan kepada anak yang ditinggal mati oleh Ibunya, dan anak yatim-piatu (Al-Ikhlas, 2011). Anak-anak tersebut tidak hanya membutuhkan materi untuk kelangsungan hidup dan biaya pendidikan mereka. Anak yatim (maupun anak piatu, yatim piatu, atupun anak terlantar) juga memerlukan kasih sayang, perhatian, dan cinta dari orang-orang yang peduli pada mereka. Di tengah kehidupan begitu berat yang mereka jalani, sudah bisa dipastikan hal itu akan menyebabkan mereka memerlukan perhatian dan kasih sayang yang lebih (Nur, 2009:87). Secara psoikologis, orang dewasa sekalipun apabila ditinggal ayah atau ibu kandungnya pastilah merasa tergoncang jiwanya, dia akan sedih karena kehilangan salah se-orang yang sangat dekat dalam hidupnya. Orang yang selama ini menyayanginya, memperhatikannya, menghibur dan menasehatinya. Itu orang yang dewasa, coba kita bayangkan kalau itu menimpa anak-anak yang masih kecil, anak yang belum baligh, belum banyak mengerti tentang hidup dan kehidupan, bahkan belum mengerti baik dan buruk suatu perbuatan, tapi ditinggal pergi oleh Bapak atau Ibunya untuk selama-lamanya (Al-Ikhlas, 2011). Dari hal tersebut maka, keluarga sangatlah diperlukan dalam hati para anak didik di panti asuhan. Keluarga yang dapat memberikan kasih sayang, perhatian dan cinta yang diperlukan anak didik di panti asuhan yang mereka butuhkan dan didambakan oleh setiap anak pada umumnya. Keluarga baru yang mereka harapkan untuk memberikan semua itu. Dalam diri anak didik di panti asuhan mereka menemukan suatu keluarga yang begitu menyayanginya adapun arti dari keluarga dalam artian di dunia panti asuhan yaitu keluarga merupakan suatu kesatuan sosial yang diikat oleh adanya saling berhubungan atau interaksi dan saling mempengaruhi antara satu dengan yang lainnya, walaupun diantara mereka tidak terdapat hubungan darah (Sochib, 1998: 17). Kasih sayang yang sangat di dambakan oleh seorang anak, yang selalu memperhatikannya. Kasih sayang memiliki tingkatan khusus, dan dalam Islam menganjurkan kita untuk mengasihi anak yatim, karena Allah telah mempermaklumkan bahwa interaksi yang penuh kasih sayang lebih baik dari pada menjaga diri dari perasaan-perasaan inferioritas, dengki kepada orang lain, dan cacat psikologis, yang mana seluruh hal ini merupakan ‘pengantar’ kepada hal-hal yang lebih berbahaya (Dimas, 2006:85). Adapun keutamaannya anak yatim yaitu dalam al-Quran surat Al-Ma’un: 1-2 yang artinya “Tahukah engau siapakah orang yang mendustakan agama? Mereka itulah orang-orang yang menyia-nyiakan anak yatim”. Hal itu membuktikan bahwa kasih sayang untuk seorang anak yatim atau juga piatu ataupun yatim piatu sangatlah diharapkan oleh seorang anak tersebut dan juga sangat di sukai oleh Allah untuk dapat menyayangi anak seperti itu. Selain itu Rosulullah juga telah menjanjikan pahala yang berlimpah bagi orang yang menanggung beban anak yatim, sebagaimana yang disebutkan dalam Sabda Nabi yang artinya “Saya dan orang yang menanggung beban anak yatim di surga bagaikan dua jari ini”, dengan Beliau mengisyaratkan dua jari tangannya; jari telunjuk dan jari tengah, hadist Riwayat At-Tirmidzi (Dimas, 2006:86).

3 komentar:

  1. bisa minta daftar pustaka... ??? sangat membantu untuk tugas ku... tks

    BalasHapus
    Balasan
    1. Suyuti, Nira Roswita. 2010. Hubungan Konsep Diri dengan Kemandirian Remaja Panti asuhan Nurul Abyadh Malang. Skripsi tidak diterbitkan. Malang: Program Sarjana UM Malang.
      Yamin,M. 2011. Tentang Panti Asuhan Anak, (Online), http://www.menegpp.go.id, diakses tanggal 5 Agustus 2011.
      Nur, M. 2009. Keajaiban Menyantuni Anak Yatim Pengalaman Menakjubkan Para Penyantun Anak Yatim. Jakarta: Ufuk Press.
      Al-Ikhlas. 2011. Pengertian Anak Yatim dan Kedudukannya dalam Islam, (Online), http://alikhlaskebonduren.wordpress.com/2010/01/13/pengertian-anak-yatim-dan-kedudukannya-dalam-islam, diakses 5 Agustus 2011.
      Sochib, M. 1998. Pola Asuh Orang Tua Untuk Membantu Anak Mengembangkan Disiplin Diri. Jakarta: PT Rineka Cipta.
      Dimas, MR. 2006. 20 Kesalahan dalam Mendidik Anak. Jakarta Timur: Pustaka Al-Kautsar.

      terima kasih atas kunjungannya... maaf baru buka blog

      Hapus